Menurut Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI Abdillah Ahsan, kontribusi industri rokok hanya 1,3 persen dari total produk domestik bruto. Menurut hasil studi ekonomi tembakau di Indonesia, jika tarif cukai tembakau dinaikkan sampai 57 persen akan mencegah 2,4 juta kematian akibat rokok dan menambah pendapatan negara Rp 50,1 triliun.
Pada tahun 2005, biaya kesehatan yang dikeluarkan Indonesia karena penyakit terkait tembakau 18,1 miliar dollar AS atau 5,1 kali lipat pendapatan negara dari cukai tembakau pada tahun yang sama. Jadi, kerugian kesehatan akibat rokok jauh lebih tinggi dibanding keuntungan ekonomi.
Laporan WHO tahun 2008 menyebutkan, hampir dua per tiga perokok tinggal di 10 negara. Indonesia saat ini adalah negara terbesar ketiga pengguna rokok setelah China dan India. Pada tahun 2004, Survei Sosial Ekonomi menunjukkan prevalensi merokok usia 15 tahun ke atas adalah 34,4 persen atau lebih dari 50 juta orang dewasa.
Tahun 1995-2004, konsumsi rokok di kalangan remaja meningkat 144 persen. Selain itu, lebih dari 70 persen anak Indonesia terpapar asap rokok dan menanggung risiko berbagai penyakit akibat asap rokok. ”Generasi muda merupakan sasaran potensial industri rokok,” kata Imam.
Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan, rokok meningkatkan risiko kematian penderita penyakit kronis sampai 8,17 kali lebih besar, di antaranya kanker mulut, kanker lambung, kanker hati dan paru, penyakit jantung iskemik, hipertensi, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat konsumsi rokok 400.000 orang lebih per tahun.
Rokok juga menggerogoti sumber keuangan rumah tangga miskin. Data Susenas tahun 2005 menunjukkan, keluarga miskin membelanjakan sekitar 12,4 persen pendapatannya untuk membeli rokok dengan mengorbankan kebutuhan gizi untuk keluarga.Kompas.com
Sabtu, Desember 13, 2008
FAKTA
Label:
rokok
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar