Krisis ekonomi global membuat upaya pengurangan jumlah orang miskin di Indonesia tertahan. Jumlah orang miskin pada tahun 2009 diperkirakan melonjak ke angka 33,714 juta orang, lebih tinggi dari target yang diinginkan pemerintah pada level 32,38 juta orang.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta mengungkapkan hal itu di Jakarta, Kamis (12/2), dalam rapat kerja dengan Panitia Anggaran DPR. Rapat yang mengagendakan laporan pemerintah atas perubahan APBN 2009 itu dihadiri Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Boediono.
Jumlah 33,714 juta orang miskin itu setara dengan 14,87 persen jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya, tingkat kemiskinan pun meningkat dari rencana semula yang ditetapkan dalam APBN 2009, yakni 14 persen dari jumlah penduduk.
Jumlah penduduk miskin itu terjadi jika laju inflasi ada di level 9 persen dan pertumbuhan ekonomi pada level terparah berdasarkan perhitungan pemerintah, yakni 4,5 persen. Itu berarti laju inflasinya lebih tinggi dibandingkan dengan target inflasi pada APBN 2009 (6,2 persen) dan pertumbuhan ekonomi (6 persen).
Paskah mengatakan, laju inflasi 9 persen itu menjadi acuan karena diperkirakan terjadi pada Maret 2009 atau saat Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) digelar. Pemerintah sendiri menargetkan laju inflasi akan ada di level 6 persen pada akhir 2009.
Meskipun inflasi ditetapkan di level 6 persen, jumlah penduduk miskin tetap akan jauh di atas target yang diinginkan pemerintah. Pada laju inflasi 6 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen, jumlah penduduk miskin bisa mencapai 29,995 juta orang. Itu berarti naik 2,24 juta orang di atas keinginan pemerintah, yakni 27,755 juta orang.
Tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan melonjaknya harga barang dan jasa kebutuhan akan memukul daya beli masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah sehingga jatuh ke kategori miskin. Adapun pertumbuhan ekonomi yang rendah akan berdampak pada semakin sempitnya lapangan kerja yang membuat semakin banyak orang menganggur tanpa penghasilan. Padahal, angkatan kerja yang masuk pasar kerja makin bertambah. Hal ini juga menambah jumlah orang miskin.
Stimulus
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, peningkatan jumlah penduduk miskin itu tidak terhindarkan karena krisis ekonomi. Namun, jumlah tersebut diharapkan akan berkurang jika seluruh program stimulus fiskal berjalan.
”Dengan adanya stimulus fiskal, akan banyak tenaga kerja di sektor formal yang bisa ditampung di sektor informal. Peralihan itu dibiayai oleh stimulus. Jika semua program itu segera berjalan, tingkat kemiskinan seharusnya bisa ditekan,” ujar Anggito.
Pemerintah mengumumkan stimulus fiskal senilai Rp 71,3 triliun yang dialokasikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan daya tahan dunia usaha, serta meningkatkan belanja infrastruktur yang padat karya.
Peningkatan daya beli masyarakat dilakukan melalui program subsidi harga obat generik, subsidi harga minyak goreng, dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun untuk peningkatan daya saing dan daya tahan dunia usaha, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk, fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh Pasal 21 karyawan, penurunan harga solar, dan kredit usaha rakyat (KUR).
Dalam meningkatkan belanja infrastruktur, stimulus diarahkan, antara lain, pada rehabilitasi jalan kabupaten, bandar udara, pelabuhan, dan pembangunan rumah susun sederhana sewa.
Hilang kesempatan kerja
Ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, mengatakan, dengan adanya pelambatan ekonomi, jumlah penduduk miskin akan bertambah. Sebab, setiap 1 persen pelambatan ekonomi akan menyebabkan hilangnya kesempatan kerja bagi 300.000 orang. Jika itu dikalikan dengan empat anggota keluarga, ada 1,2 juta orang yang tidak ternafkahi akibat hilangnya pekerjaan. Akibatnya, mereka jatuh miskin.
”Itu belum memperhitungkan TKI (tenaga kerja Indonesia) yang dipulangkan, sekitar 600.000 orang. Mereka juga akan menjadi penganggur di dalam negeri,” ujar Fadhil.
Untuk menekan jumlah penduduk miskin, pemerintah harus memastikan semua program padat karya bisa dilaksanakan dengan cepat. Fokusnya adalah pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, pembangunan infrastruktur melalui program padat karya, dan KUR.
”Itu semua program bagus, tetapi harus berjalan efektif. Berbagai hambatan pada program itu harus diperbaiki,” tutur Fadhil.
Membingungkan
Soal angka Bappenas itu, pengamat ekonomi, Hendry Saparini, mengatakan, target dan data kemiskinan pemerintah itu membingungkan karena jauh lebih rendah daripada angka kemiskinan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik pada Maret 2007, yakni sekitar 35 juta orang.
Padahal, angka kemiskinan bisa lebih besar karena harga bahan makanan pokok masih mahal sehingga daya beli masyarakat masih lemah. Kompas.com
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta mengungkapkan hal itu di Jakarta, Kamis (12/2), dalam rapat kerja dengan Panitia Anggaran DPR. Rapat yang mengagendakan laporan pemerintah atas perubahan APBN 2009 itu dihadiri Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Boediono.
Jumlah 33,714 juta orang miskin itu setara dengan 14,87 persen jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya, tingkat kemiskinan pun meningkat dari rencana semula yang ditetapkan dalam APBN 2009, yakni 14 persen dari jumlah penduduk.
Jumlah penduduk miskin itu terjadi jika laju inflasi ada di level 9 persen dan pertumbuhan ekonomi pada level terparah berdasarkan perhitungan pemerintah, yakni 4,5 persen. Itu berarti laju inflasinya lebih tinggi dibandingkan dengan target inflasi pada APBN 2009 (6,2 persen) dan pertumbuhan ekonomi (6 persen).
Paskah mengatakan, laju inflasi 9 persen itu menjadi acuan karena diperkirakan terjadi pada Maret 2009 atau saat Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) digelar. Pemerintah sendiri menargetkan laju inflasi akan ada di level 6 persen pada akhir 2009.
Meskipun inflasi ditetapkan di level 6 persen, jumlah penduduk miskin tetap akan jauh di atas target yang diinginkan pemerintah. Pada laju inflasi 6 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen, jumlah penduduk miskin bisa mencapai 29,995 juta orang. Itu berarti naik 2,24 juta orang di atas keinginan pemerintah, yakni 27,755 juta orang.
Tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan melonjaknya harga barang dan jasa kebutuhan akan memukul daya beli masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah sehingga jatuh ke kategori miskin. Adapun pertumbuhan ekonomi yang rendah akan berdampak pada semakin sempitnya lapangan kerja yang membuat semakin banyak orang menganggur tanpa penghasilan. Padahal, angkatan kerja yang masuk pasar kerja makin bertambah. Hal ini juga menambah jumlah orang miskin.
Stimulus
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, peningkatan jumlah penduduk miskin itu tidak terhindarkan karena krisis ekonomi. Namun, jumlah tersebut diharapkan akan berkurang jika seluruh program stimulus fiskal berjalan.
”Dengan adanya stimulus fiskal, akan banyak tenaga kerja di sektor formal yang bisa ditampung di sektor informal. Peralihan itu dibiayai oleh stimulus. Jika semua program itu segera berjalan, tingkat kemiskinan seharusnya bisa ditekan,” ujar Anggito.
Pemerintah mengumumkan stimulus fiskal senilai Rp 71,3 triliun yang dialokasikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan daya tahan dunia usaha, serta meningkatkan belanja infrastruktur yang padat karya.
Peningkatan daya beli masyarakat dilakukan melalui program subsidi harga obat generik, subsidi harga minyak goreng, dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun untuk peningkatan daya saing dan daya tahan dunia usaha, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk, fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh Pasal 21 karyawan, penurunan harga solar, dan kredit usaha rakyat (KUR).
Dalam meningkatkan belanja infrastruktur, stimulus diarahkan, antara lain, pada rehabilitasi jalan kabupaten, bandar udara, pelabuhan, dan pembangunan rumah susun sederhana sewa.
Hilang kesempatan kerja
Ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, mengatakan, dengan adanya pelambatan ekonomi, jumlah penduduk miskin akan bertambah. Sebab, setiap 1 persen pelambatan ekonomi akan menyebabkan hilangnya kesempatan kerja bagi 300.000 orang. Jika itu dikalikan dengan empat anggota keluarga, ada 1,2 juta orang yang tidak ternafkahi akibat hilangnya pekerjaan. Akibatnya, mereka jatuh miskin.
”Itu belum memperhitungkan TKI (tenaga kerja Indonesia) yang dipulangkan, sekitar 600.000 orang. Mereka juga akan menjadi penganggur di dalam negeri,” ujar Fadhil.
Untuk menekan jumlah penduduk miskin, pemerintah harus memastikan semua program padat karya bisa dilaksanakan dengan cepat. Fokusnya adalah pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, pembangunan infrastruktur melalui program padat karya, dan KUR.
”Itu semua program bagus, tetapi harus berjalan efektif. Berbagai hambatan pada program itu harus diperbaiki,” tutur Fadhil.
Membingungkan
Soal angka Bappenas itu, pengamat ekonomi, Hendry Saparini, mengatakan, target dan data kemiskinan pemerintah itu membingungkan karena jauh lebih rendah daripada angka kemiskinan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik pada Maret 2007, yakni sekitar 35 juta orang.
Padahal, angka kemiskinan bisa lebih besar karena harga bahan makanan pokok masih mahal sehingga daya beli masyarakat masih lemah. Kompas.com
bukan sesuatu yang mudah untuk menemukan angka yang nisbi tetang kemiskinan dan atau kemelaratan, tetapi berapapun angkanya sebenarnya sangat bisa dipatahkan dengan jrurs kreatifitas, seandainya saja semua anak bangsa mempunyai kreatifitas dan daya cipta pasti tidak banyak yang (sempat) menganggur :-)
BalasHapus