Aku punya teman satu angkatan di kampus, sebut saja namanya Putri. Kami sudah cukup lama ngga ketemu karena jadwal kami di kampus ngga pernah bareng. Kemarin kami bertemu, jadilah waktu istirahatku yang cuma 1 jam kami gunakan untuk bertukar cerita n rumpi-rumpi. Banyak hal yang bisa aku jadikan pelajaran dari cerita-cerita Putri.
Ternyata temanku yang cantik ini beberapa bulan yang lalu memutuskan hubungan dengan kekasihnya atau lebih tepatnya calon suami (mereka sudah memasuki tahap lamaran). Alasannya, karena si laki-laki tidak bisa memberi kepastian berapa lama Putri harus menunggu agar bisa bersama. Sekedar informasi, kekasih Putri bekerja di Ausie dengan permanent residence dan sedang giat-giatnya mengejar karir sedangkan Putri tidak mungkin pindah ke Ausie karena status kepegawaian dia sekarang sudah tetap. Sebenarnya putri tidak keberatan harus menunggu, hanya saja harus ada batas waktunya. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, yang jelas ada kepastiannya kapan. Kalau ada kepastian, akan mudah buat Putri untuk planning hal-hal apa yang bisa dia lakukan selama penantian itu. Sampai pada hari lamaran tiba, ternyata si laki-laki tetap memberikan jawaban yang mengambang alias tidak jelas dan tidak pasti. Berakhirlah lamaran itu dengan kata "putus".
Aku salut dengan keputusan yang diambil Putri. Karena hubungan mereka sudah hitungan tahun dan sampai pada tahap lamaran, tapi Putri berani memutuskan hubungan karena dia tidak mendapat kepastian. Aku tanya kenapa dia begitu berani mengambil keputusan? Apa tidak ada rasa takut kehilangan orang yang disayang? Jawabannya cukup mengejutkanku. Dia bilang berani dan tidak merasa kehilangan. Walaupun hubungan mereka sudah lama, ikatan batin mereka tidak kuat (they had long distance relationship). Mereka jarang ketemu. Selama pacaran mereka hanya mengandalkan kecanggihan teknologi untuk berkomunikasi. Mereka sempat bersama (tinggal di satu kota) ketika Putri melanjutkan studinya di negeri kangguru dan itu pun tidak lama. Karena ikatan batin tidak begitu kuat, akibatnya rasa kangen jarang ada, perhatian seadanya. Sangat easy going dan Putri sudah terbiasa dengan hal itu. Satu lagi, Putri selama pacaran tidak berubah, dia tetap menjadi seorang Putri yang mandiri, tidak tergantung ma cowoknya. She never relies on him!
Mendengar alasan-alasan yang diucapkan Putri membuat aku sadar, mungkin dua hal itu yang membuat aku begitu sulit berpisah dengan orang yang aku sayang. Ikatan batin yang kuat dan rasa bergantung sebagai tempat bersandar. Pelajaran pertama buatku.
Putri melanjutkan ceritanya. Sekarang Putri sudah kembali normal setelah masa "pemulihan" tanpa seorang kekasih. Tanpa kekasih. Inilah yang menjadi masalah baru buatnya. Dia tidak pernah menyangka kalau dia bakal jomblo di usianya yang ke 27. Selama ini di kamusnya tidak pernah ada kata jomblo. Ga heran juga sih, temanku ini orangnya sangat modis. Cantik, putih, tinggi semampai (bukan satu meter tak sampai lho....) bak peragawati, ramah pada semua orang, dandan update, sudah menyelesaikan pendidikan S2 di luar negeri, dengan pekerjaan yang memiliki prestise tinggi. Ga ada kurangnya deh. Tapi sampai sekarang dia belum mendapat pengganti yang klik di dia.
Yang bikin aku salut lagi, usahanya itu lho....dia "beredar" untuk mencari pasangan hidup (hal yang ga sekalipun pernah terpikirkan olehku). Dia sering nongkrong di mall, gym, dan tempat-tempat lain yang mang strategis buat nongkrong. Kalau di fs ma fbook jangan ditanya lagi deh. Selalu update. Pertanyaannya, "Pada kemana sih qualified jomblo? Kok susah kali nemunya."
Akhirnya Putri sampai pada titik "malas". Dia udah ga "beredar" lagi. Yang masih dilakoninya cuma fs ma fbook.
Yang bikin aku salut lagi, usahanya itu lho....dia "beredar" untuk mencari pasangan hidup (hal yang ga sekalipun pernah terpikirkan olehku). Dia sering nongkrong di mall, gym, dan tempat-tempat lain yang mang strategis buat nongkrong. Kalau di fs ma fbook jangan ditanya lagi deh. Selalu update. Pertanyaannya, "Pada kemana sih qualified jomblo? Kok susah kali nemunya."
Akhirnya Putri sampai pada titik "malas". Dia udah ga "beredar" lagi. Yang masih dilakoninya cuma fs ma fbook.
Aku tanya kenapa? Dia bilang, ternyata susah mencari orang yang sesuai dengan kriterianya (minimal selevel ma dia n berusia 30an, single). Setelah dia baca-baca dari berbagai sumber, laki-laki di Indonesia yang berumur 30an biasanya sudah menikah dan kalaupun belum, biasanya orang-orang ini adalah orang yang sedang mengejar achievement untuk menunjukkan eksistensinya. Orang-orang seperti itu kebanyakan adanya di kota-kota metro seperti Jakarta. Nah..lho! Putri kan ga mungkin pindah ke Jakarta untuk berburu pasangan hidup sementara kerjaan tetep harus jalan.
Setelah segala usaha plus berbagai info yang dia baca, kesimpulannya : "Putri tunggu aja deh. Mungkin mang belum waktunya ketemu ma pasangan hidup Putri. Mudahan aja nanti dapat gantinya yang sesuai dengan kriteria Putri"
Setelah segala usaha plus berbagai info yang dia baca, kesimpulannya : "Putri tunggu aja deh. Mungkin mang belum waktunya ketemu ma pasangan hidup Putri. Mudahan aja nanti dapat gantinya yang sesuai dengan kriteria Putri"
Aku cuma tersenyum mendengar kalimat kesimpulan dari Putri (setelah ceritanya yang begitu berapi-api). Tidak banyak yang bisa aku katakan ke Putri. Aku cuma bisa bilang, "sabar aja Put. Mungkin mang belum waktunya. Pasti ada hal lain yang bisa kamu kerjakan walaupun tanpa kekasih. Hal-hal lain yang lebih penting n berguna. Setidaknya kamu udah berusaha. Berdoa aja biar pasanganmu cepat datang".
Pelajaran kedua buatku, kita sebagai manusia boleh berusaha tapi jodoh udah ada yang mengatur. Sama seperti hidup, mati dan rejeki. Kita tinggal menjalaninya dan selalu berdoa semoga permohonan kita dikabulkan-Nya.
Jadi.....daripada terpaku dengan satu hal, misalnya menggapai seorang kekasih, lebih baik (berusahalah) mengerjakan hal lain yang lebih berarti buat diri kita sendiri dan orang lain. Walaupun itu sangat sulit. Karena aku sendiri mengalaminya. At least we tried.
Jadi.....daripada terpaku dengan satu hal, misalnya menggapai seorang kekasih, lebih baik (berusahalah) mengerjakan hal lain yang lebih berarti buat diri kita sendiri dan orang lain. Walaupun itu sangat sulit. Karena aku sendiri mengalaminya. At least we tried.
Good luck Putri!
-oe-
Salut atas sikapnya.. Yang terbaik tentu berhak mendapatkan yang terbaik juga.
BalasHapus